Hiramedia.id : Sebuah ledakan bom dilaporkan terjadi pada Rabu malam (4/10) di kota Samarab, utara ibukota Sudan Khartoum menewaskan sedikitnya 9 orang dan 15 orang lainnya mengalami luka-luka.
Menurut laporanTentara Sudan, 9 warga sipil tewas dan 15 lainnya terluka dalam pemboman yang dilakukan kelompok milisi Pasukan Dukungan Cepat terhadap sebuah pusat kesehatan di daerah Samarab.
Juru bicara Angkatan Darat Brigadir Jenderal Nabil Abdullah dilansir Aljazeera.net (5/10) mengatakan dalam rekaman audio di halaman Facebook resmi tentara, “Milisi mengebom Masjid Haji Saad dan gedung pusat kesehatan yang berada di dekatnya, di daerah Samarab, sebelah utara kota Bahri.”
Menurutnya, Divisi Infanteri ke-16 angkatan darat berhasil menghalau serangan terhadap markas besarnya di negara bagian Darfur Selatan, dimana Pasukan Dukungan Cepat mengerahkan ribuan tentara bayaran. Dalam hal ini, Pasukan Dukungan Cepat tidak mengeluarkan komentar apapun mengenai hal ini.
Sejak pecahnya bentrokan, pada pertengahan April, tentara yang dipimpin ketua Dewan Kedaulatan, Abdel Fattah al-Burhan, dan Pasukan Dukungan Cepat, yang dipimpin Mohamed Hamdan Daglo “Hemedati”, saling menuduh tanggung jawab atas konflik yang terjadi di negara tersebut.
Menurut laporan PBB, akibat konflik dan pertetempuran antara tentara pemerintah dengan kelompok milisi-pemberontal tersebut telah memulai pertempuran yang menyebabkan lebih dari 5.000 orang tewas, serta lebih dari 5 juta orang kehilangan tempat tinggal dan pengungsi, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kementerian Luar Negeri Sudan membenarkan penolakan tegas Khartoum terhadap rancangan resolusi Inggris, di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa. Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa alasan penolakan terhadap rancangan resolusi tersebut adalah karena gambaran resolusi tersebut mengenai apa yang terjadi di Sudan tidak tepat, mengingat tidak adanya objektivitas dan keadilan.
Karena mereka menyamakan Angkatan Bersenjata Sudan dengan apa yang mereka gambarkan sebagai “milisi” pemberontak, dan mencakup tuntutan pembentukan apa yang disebut “komite pencari fakta.
” Rancangan resolusi tersebut juga bersifat ekstrem dalam prasangkanya terhadap Angkatan Bersenjata Sudan, dan tidak mempertimbangkan prioritas nyata Sudan pada tahap ini, yaitu mengakhiri pemberontakan terlebih dahulu dan menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung.
Seperti diuraikan Kementerian Luar Negeri Sudan. Inggris, Amerika Serikat, Norwegia dan Jerman telah menyerahkan rancangan resolusi kepada Dewan Hak Asasi Manusia, menetapkan pembentukan komite internasional untuk menyelidiki apa yang diyakini sebagai kejahatan yang dilakukan tentara Sudan dan militan Rapid Support.
Sumber: Agensi/Aljazeera.net