Tunisia dan Titik Awal Sejarah Revolusi “Arab Spring”

Penulis : Ahmad Royhan Mutsaqqof *)

Berbicara mengenai kebangkitan dan perubahan sistem suatu negara, maka di Indonesia kita semua telah mengenal istilah Reformasi.

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Reformasi secara umum bermakna perubahan secara drastis untuk perbaikan dalam bidang sosial, politik, atau agama (KBBI Online) , dan jika kita menggunakan kata reformasi ini dalam konteks Indonesia, maka yang akan muncul di benak kita yaitu Reformasi 1998 atau biasa disebut pasca masa orde baru berakhir.

Peristiwa ini diawali dengan gerakan mahasiswa yang bertujuan untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto, yang dinilai kebijakannya banyak bertentangan dengan kepentingan rakyat.

Selang beberapa tahun, reformasi yang bergulir dalam konteks Indonesia pada 1998, muncul kemudian gerakan mahasiswa di Timur Tengah untuk menggulingkan kekuasaan yang dikenal dengan sebutan “The Arab Spring ” atau di dalam bahasa arab disebut juga dengan As-Tsauraat Al- ‘Arabiyyah yang secara etimologi berarti pemberontakan dunia Arab. Upaya reformasi ini merupakan suatu gelombang revolusi rakyat dan demonstrasi dalam skala besar yang diawali dengan peristiwa pembakaran diri seorang pemuda Tunisia, Mohammed Bouazizi, pada 17 Desember 2010.

Tragedi ini selanjutnya memunculkan  Arab Spring (Revolusi Dunia Arab) . Gerakan rakyat – Mahasiswa dari Tunisia yang telah berhasil menjatuhkan rezim Presiden Zine el-Abidine ben Ali dari kursi kekuasaannya menjalar ke sebagian negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Presiden Mesir, Hosni Mubarak lengser dan pemerintahannya tahun 2011. Demikian pula Pemimpim Libya Muammar al-Khadafi tewas yang kemudian menyebabkan terjadinya perang saudara hingga saat ini di Libya. Masih banyak lagi negara-negara Arab yang mengalami hal yang sama mengikuti gerak gelombang revolusi “Arab Spring” ini.

Bouazizi Sebagai Pahlawan

Mohamed Bouazizi, seorang pedagang sayur dan buah berusia 26 tahun di kota Sidi Bouzid, Tunisia karena frustasi akibat sikap refresif penguasa, rela membakar diri.

Dari usahanya berjualan sayur dan buah, penghasilan Bouazizi tidaklah lebih dari 400 dinar Tunisia atau sekitar 2 juta Rupiah setiap bulan. Dengan penghasilan yang minim itu, tentu hanya cukup untuk menafkahi anggota keluarganya, dan tidak bisa membeli mobil pick up atau sejenisnya untuk berjualan.

Bouazizi hanya bisa berjualan sayur dan buah-buahan dengan gerobak mungilnya. Singkat cerita, ditengah ia sedang berjualan sayur dan buah segarnya itu, datang sejumlah petugas keamanan untuk menertibkan sejumlah pedagang yang sedang berdagang di tempat itu, termasuk Mohamed Bouazizi, gerobak serta dagangannya dirauk habis oleh sang petugas keamanan itu.

Tak selesai disini. Setelah kejadian itu, Bouazizi frustasi yang kemudian dengan berani membakar dirinya pada 17 Desember 2010, sehingga ia kritis akibat luka bakar yang dialaminya dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya alias meninggal pada 4 Januari 2011.

Api yang membakar Bouazizi ini tidaklah padam segera. Peristiwa pembakaran diri Bouazizi akibat tindakan refresif penguasa negeri, telah menyulut emosi warga lainnya hingga ke penjuru negeri (Tunisia). Bouazizi bagai seorang “pahlawan” yang menginspirasi lahirnya gerakan revolusi rakyat di Tunisia dan Timur Tengah melawan otoritarianisme penguasa.

Sekitar kurang dari sebulan pasca peristiwa pembakaran diri itu, ribuan masyarakat Tunisia turun ke jalan untuk berdemonstrasi yang mayoritas diikuti oleh mahasiswa dari berbagai Universitas di Tunisia, tidak lain untuk menggulingkan Zine el Abidine, Presiden ke-2 Tunisia.

Peristiwa “Arab Spring” di Tunisia khususnya sebagaimana dilansir dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menelan korban 219 jiwa meninggal serta 510 luka-luka. Tak lama setelah setelah demontrasi besar-besaran berlangsung, Presiden Tunisia itu lengser dari jabatannya setelah lebih dari 23 tahun berkuasa. Ia bersama sebagian anggota keluarganya kemudian melarikan diri ke Arab Saudi.

Gelombang revolusi rakyat Tunisia itu telah berhasil menjatuhkan rezim Presiden Ben Ali. Dan, pada tahap selanjutnya, semangat revolusi di Tunisia menebarkan semangat reformasi dan revolusi rakyat ke sebagian pelosok negara-negara Arab Timur Tengah dan Afrika Utara.

Perlu dicatat, bahwa semangat revolusi rakyat di Tunisia khususnya dan di sebagian negara Arab pada umumnya, bukan hanya karena periswiwa pembakaran diri Mohammed Bouazizi akibat frustasi, tetapi karena frustasi rakyat terhadap pemerintahan otoriter penuh korupsi dalam tata kelola keuangan negara – uang rakyat.

***

Setelah Presiden Zine el-Abidine lengser, Tunisia berstatus sebagai negara darurat, yang kemudian diambil alih pemerintahan koalisi. Namun, Partai koalisi tak bertahan lama, sehingga pada 24 Oktober 2011, Tunisia menyelenggarakan pemilihan umum yang dimenangkan oleh Moncef el- Marzukie yang diusung oleh partai Islam en-Nahdha.

*) Mahasiswa Ezzitouna Univerversity, Tunis-Tunisia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Tunisia : PM Hichem Mechichi Bentuk Pemerintahan Independen

Tue Aug 25 , 2020
Share […]
Tentang Hiramedia: Tunisia dan Titik Awal Sejarah Revolusi “Arab Spring”

Sebagai Web/Blog :

  1. 1.Media Informasi : Menyampaikan gagasan, ide dan informasi seputar isu-isu mutakhir sosial politik, khususnya di dunia Islam yang dirangkum dari berbagai sumber, baik nasional maupun internasional.
  2. Media Publikasi : Menerbitkan riset dan penelitian para profesional dan pakar di bidangnya untuk dimanfaatkan masyarakat luas.
  3. Media Edukasi : Menghadirkan berbagai sumber informasi dan bacaan  yang edukatif dan inovatif kepada pembaca dengan prinsip menjunjung tinggi perbedaan dalam bingkai kebinnekaan dan  toleransi sesuai semangat keislaman serta keindonesiaan yang berdasarkan Pancasila.

HIRAMEDIA KONTAK : hiramedia45@gmail.com

Close Ads Here
Close Ads Here