Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa kebijakan Turki di Suriah dan Libya bukanlah sebuah petualangan atau pilihan yang sia-sia, memperingatkan bahwa negaranya akan membayar harga mahal di masa depan.
Hal itu dikatakan Erdogan dalam pidatonya pada upacara pembukaan sebuah jalan raya di negara bagian Izmir barat – bahwa kehidupan di tanah Turki akan sulit jika negara ini tidak menempati posisi yang layak ditengah perubahan keseimbangan kekuasaan di wilayah tersebut.
Dia menunjukkan bahwa kepentingan negaranya terkadang bertentangan dengan kepentingan beberapa negara selama apa yang dia gambarkan sebagai perjuangan mereka. Ia menekankan bahwa Turki mungkin dipaksa dalam kasus ini untuk bergerak maju sendiri menuju suatu tujuan, sembari menunjukkan bahwa kekuatan dan kemampuannya (Turki) cukup untuk membuatnya mengikuti kebijakannya yang independen dan mengimplementasikannya di lapangan.
Dia melanjutkan, dengan mengatakan: Selama perjuangan kita, kita mengikuti prosedur politik, demokrasi, dan militer di level tertinggi jika perlu, dan kita melakukan segala yang diperlukan di atas meja dan di lapangan untuk mengubah arah perkembangan peristiwa yang kita inginkan.
Dilansir aljazeera.net (23/2/2020), Presiden Erdogan memperjelas bahwa dia melakukan pembicaraan telepon kemarin (Jumat/21/2) dengan konterpatnya : Emmanuel Macron, Presiden Prancis, Vladimir Putin dari Rusia dan Kanselir Jerman Angela Merkel, dan bahwa Turki telah menetapkan peta jalan yang harus diikuti (terkait Idlib) sehubungan dengan pembicaraan telepon ini.
Dia mengumumkan diadakannya pertemuan kuartet pada tanggal lima bulan depan dengan para pemimpin Rusia, Prancis dan Jerman, untuk membahas situasi di Kegubernuran Idlib, benteng terakhir oposisi Suriah di Suriah barat laut.
Presiden Erdogan membenarkan bahwa dia bernegosiasi dengan kepala pemerintah sah Al-Wefaq di Libya, Fayez al-Sarraj, dan menyimpulkan perjanjian dengan dia sembari menambahkan, “Tentara dan tim heroik kita dari (oposisi) Tentara Nasional Suriah terus berperang di Libya melawan para pemberontak (pensiunan Mayor Jenderal Khalifa Haftar ) dan tentara bayarannya,” sebagaimana dia katakan.
“Kami kehilangan beberapa tentara di sana, tetapi di sisi lain, kami menetralkan sekitar seratus milisi tentara bayaran.”
Sumber: Agensi/aljazeera.net
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.