Colombo, Ibukota Sri Lanka / Foto : Wikipedia.org
Setelah serangan bom di sejumlah gereja di Sri Lanka yang menewaskan 257 orang da ratusan lainnya luka-luka 21 April 2019 lalu, sentiment anti muslim dan ujaran kebencian terhadap komunitas muslim di negara itu meningkat.
Mencermati hal tersebut, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya insiden intimidasi dan sentimen anti-Muslim di Sri Lanka.
Dalam siaran pers yang disampaikan Selasa (3/7/2019), Organisasi Kerjasama Negara-Negara Muslim yang bermarkas di Jeddah, Arab Saudi itu secara ketat memantau situasi umat Islam di Sri Lanka dan tetap prihatin dengan meningkatnya insiden intimidasi, retorika anti-Muslim dan ujaran kebencian dari beberapa kelompok di negara itu.
Berdasarkan komunike akhir KTT OKI ke-14 para kepala negara anggota Organisasi Kerjasama Islam yang diselenggarakan di Mekkah pada tanggal 31 Mei 2019, organisasi tersebut mengulangi seruannya pada Otoritas Sri Lanka untuk menanggulangi kebencian dan intoleransi dengan tegas, sambil memastikan keamanan dan keselamatan komunitas Muslim di negara tersebut.
OKI menjelaskan bahwa masyarakat muslim adalah masyarakat yang penting dan aktif memberikan kontribusi positif bagi kehidupan budaya dan ekonomi Sri Lanka secara umum.
Dalam hal terorisme dan ekstrimisme dengan segala bentuk dan manisfestasinya, posisi OKI sangat jelas bahwa terorisme tidak memiliki agama dan tidak ada masyarakat yang harus dianggap bertanggung jawab atas tindakan para ekstremis.
OKI menghargai upaya yang dilakukan Presiden dan Perdana Menteri Sri Lanka baru-baru ini untuk bertemu dengan para Duta Besar negara anggota OKI di Kolombo.
Organisasi yang beranggotakan 57 negara berpenduduk muslim itu , mendorong semua pemimpin politik di Sri Lanka untuk “mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengedepankan dialog dan perdamaian di antara semua masyarakat dan mencegah stigmatisasi atau marginalisasi seseorang didasarkan pada etnis dan agamanya.(Fath)