Fathurrahman Yahya – detikNews Senin, 09 Mar 2020 14:00 WIB
Wuhan masih ‘lock down’ akibat wabah corona (Foto: AP Photo)
Jakarta – Saat awal merebaknya wabah virus corona di kota Wuhan, China akhir Desember 2019, kontroversi soal sumber wabah itu menjadi perbincangan. Pencermatan sementara beberapa peneliti, virus yang kemudian diberi nama Covid-19 itu bersumber dari hewan liar yang diperjualbelikan di pasar Huanann Sea Food Market, Wuhan. Sementara yang lain berasumsi bahwa sumber virus bukan dari mikro organisme yang ditularkan oleh hewan, tetapi ciptaan manusia.
Terlepas dari kontroversi itu, tulisan ini hanya ingin mengulas penanganan virus corona, baik yang dilakukan pemerintah China maupun pemerintah Indonesia sebagai pembelajaran.
Gerak Cepat Tanpa Debat
Merebaknya virus corona yang semakin masif di kota Wuhan pada saat liburan perayaan festival musim semi atau Imlek tentunya mengentak warga yang tinggal di wilayah Provinsi Hubei, tepatnya di kota Wuhan dan warga lainnya di wilayah China. Dengan merebaknya virus tersebut, kordinasi pemerintah daerah dan kemudian komando pemerintah pusat di Beijing untuk langkah-langkah preventif dilakukan begitu cepat.
Kota Wuhan dan beberapa kota lainnya yang berbatasan, ditutup (lock down) sehingga arus transportasi dari dan ke Wuhan lumpuh. Tetapi, stok makanan di supermarket tetap dikontrol demi ketersediaan. Pekerja alat-alat kesehatan di pabrik-pabrik yang semestinya menikmati liburan Imlek harus masuk bekerja untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan perlengkapan medis. Tim medis sipil maupun tentara dari berbagai provinsi dalam waktu singkat turut dikerahkan gotong royong menangani pasien terpapar virus tersebut.
Dalam situasi darurat seperti itu, informasi, edukasi, dan imbauan pemerintah untuk menjaga warganya, tak terkecuali warga negara asing, sudah tersebar luas dan cepat di pintu-pintu masuk pemukiman warga; menghimbau warga mengurangi aktivitas di luar rumah dan tempat-tempat keramaian. Warga diminta melapor kepada petugas media melalui hotline centre apabila terjadi sesuatu berkaitan dengan kesehatan.
Di pintu-pintu masuk parkiran pemukiman sudah terpasang thermal scan untuk memonitor pergerakan warga dan kondisi kesehatan mereka, termasuk memonitor kendaraan yang pernah ke Wuhan beberapa hari sebelumnya melalui teknologi data terpusat, sehingga warga benar-benar disteril dari kemungkinan terinfeksi virus. Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) secara berkala melakukan update data pasien dan penanganan serta langkah-langkah pencegahan.
Langkah pemerintah yang membuat decak kagum banyak orang di berbagai belahan dunia adalah instruksi pendirian rumah sakit darurat (Houshenshan) untuk dibangun hanya dalam hitungan hari, tanggal 24 Januari dimulai, tanggal 4 Februari sudah bisa menampung pasien. Dalam laporan Saluran Televisi China berbahasa Inggris (CGTN), ratusan juta warga menonton proses detik-detik pendirian rumah sakit itu.
Instruksi pemerintah pusat dalam menangani penanggulangan wabah virus corona tersebut perlu mendapat acungan jempol. Efektivitas manajemen bencana yang dijalankan menjadi pembelajaran yang sangat baik. Instruksi itu begitu cepat direalisasi tanpa ada perdebatan-perdebatan di ruang publik. Informasi terkait tindakan medis dan perkembangan kasus terpola dalam satu pusat informasi, yaitu melalui Komisi Kesehatan, sehingga tidak ada simpang siur pemberitaan terkait virus Corona. Lalu, bagaimana pemerintah Indonesia menangani virus tersebut?
Evakuasi Warga
Setelah WHO menetapkan status darurat global mewabahnya virus corona, sejumlah negara melakukan evakuasi warganya, terutama Amerika Serikat (AS) dan Australia. Muncul kemudian suara-suara kritis dari sejumlah pihak agar pemerintah mengambil langkah cepat seperti AS dan Australia mengevakuasi WNI dari pusat epidemik, khususnya di kota Wuhan.
Pertanyaannya, sedemikian mudahkah mengevakuasi WNI yang tersebar di sejumlah titik di Provinsi Hubei dengan jarak yang berjauhan? Menyamakan dengan proses evakuasi warga AS dan Australia sebenarnya tidak setara.
Pemerintah AS dan Australia mengevakuasi para diplomat dan keluarganya yang berdinas di Kantor Konsulat Jenderal di Wuhan dan mereka terpusat di satu titik tertentu, yaitu di kota Wuhan. Sementara, pemerintah Indonesia harus mengevakuasi WNI (mahasiswa dan TKI) yang tinggal di beberapa kota dengan jarak ratusan kilometer dari kota Wuhan.
Dalam situasi sangat darurat seperti itu, dan atas kerja sama serta kordinasi yang baik lintas kementerian dan lembaga –Kemenlu, Kemenkes, Kemenhub, BNPB,TNI-Polri, dan KBRI Beijing– 238 WNI berhasil dievakuasi dari sejumlah kota di Provinsi Hubei. Pejabat KBRI Beijing, mulai dari Duta Besar hingga sejumlah staf lainnya tidak libur walaupun di China sedang libur Imlek.
Tim dari KBRI Beijing yang bertugas di lapangan harus memanfaatkan berbagai cara untuk keberhasilan proses evakuasi itu di tengah situasi mencekam kota Wuhan karena keterbatasan sarana pendukung. Selain mobil sewaan, mereka mesti menggunakan sepeda di kota Wuhan –karena tidak ada transportasi publik– yang beroperasi untuk hilir mudik dalam proses evakuasi.
Para petugas dari lintas kementerian dan lembaga yang sudah bekerja dalam misi kemanusiaan untuk menyelamatkan WNI yang “terkunci” di Provinsi Hubei, termasuk proses evakuasi dan observasi ratusan WNI lainnya dari kapal pesiar Word Dream dan Diamond Princess, perlu diapresiasi karena di sini menunjukkan bahwa pemerintah telah hadir melakukan langkah-langkah cemat dan tepat dalam upaya melindungi warganya sesui dengan protokoler kesehatan WHO.
Dalam upaya meredam kepanikan, pihak Kemenlu dan Kemekes dengan tegas menepis asumsi-asumsi (negatif) yang dilontarkan sejumlah pihak, termasuk pihak asing tentang proses, prosedur, dan teknis identifikasi virus tersebut, sehingga pejelasan-penjelasan yang rasional dan terukur mampu mengurangi kepanikan warga.
Namun, di kala virus corona itu terkonfirmasi positif menjangkit dua orang di Indonesia seperti diumumkan pada 2 Maret lalu, mulai tampak ada kepanikan, karena banyak pihak memberikan informasi dan komentar yang saling bersahutan terkait virus corona, termasuk di kalangan pejabat itu sendiri.
Juru Bicara
Maka, langkah pemerintah yang telah menunjuk juru bicara khusus penanganan Covid-19 sangat tepat. Pertama, penyampaian informasi terpola melalui satu pintu pusat informasi (media centre) setidaknya akan melahirkan output informasi yang lebih otoritatif, sehingga media arus utama memperoleh input informasi dari otoritas resmi yang akurat, bukan informasi dan komentar dari berbagai pihak yang kerap tendensius, bahkan bermuatan politis.
Kedua, masyarakat akan memperoleh informasi yang valid terkait perkembangan Covid-19 dari satu sumber resmi, sehingga tidak ada simpang siur pemberitaan yang justru membuat kepanikan masyarakat.
Namun demikian, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah koordinatif yang lebih baik antara daerah dan pusat dalam penanganan virus corona, termasuk antarlembaga dan kementerian, agar tidak bergerak sendiri-sendiri. Sementara itu, seluruh elemen masyarakat perlu mematuhi anjuran, imbauan, dan informasi-informasi edukatif kesehatan yang telah dibuat dalam protokol penanganan virus corona agar Indonesia terhindar dari wabah ini.
Fathurrahmman Yahya WNI tinggal di Beijing
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.