Arab League / en.wikipedia.org
Pertemuan para wakil tetap negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab ( Arab League ) telah menyerukan upaya untuk “mencegah campur tangan asing” di Libya setelah perjanjian militer dan maritim antara Turki dan pemerintah yang diakui PBB di Tripoli.
Pertemuan yang berlangsung di markas besarnya di Kairo tersebut seperti dilansir Aljazeera.com, Rabu (1/1/2020) atas permintaan Mesir. Pertemuan itu mengeluarkan resolusi pada hari Selasa (31/12/2019) menekankan “perlunya mencegah campur tangan asing yang dapat berkontribusi untuk memfasilitasi kedatangan ekstremis asing di Libya”.
Mereka juga menyatakan “keprihatinan serius atas ketegangan aksi militer yang semakin memperburuk situasi di Libya dan mengancam keamanan serta stabilitas negara-negara tetangga dan seluruh wilayah”.
Seperti diketahui, negara Arab yang berada di Afrika Utara tersebut, telah terperosok dalam konflik berkepanjangan sejak pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 menggulingkan dan menewaskan pemimpin Muammar Gaddafi. Akibat konflik tersebut, muncul kemudian pemerintahan tandingan di wilayah Timur ( Benghazi) bersaing dengan pemerintahan di bagian barat yang didukung PBB untuk mendapatkan kekuasaan.
Pada bulan November 2019, pemerintah Ankara menandatangani perjanjian kerja sama keamanan dan militer dan juga menandatangani perjanjian yurisdiksi maritim dengan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional yang berbasis di ibukota.
Turki saat ini berusaha untuk mendapatkan dukungan parlemen negara tersebut untuk mengirim pasukan ke Libya. Sementara itu, Mesir termasuk salah satu negara pendukung asing terpenting komandan militer yang dipimpin Khalifa Haftar.
Kedua belah pihak yang bertikai di Libya itu sama-sama menerima dukungan udara asing. Menurut sebuah sumber, militer Rusia telah dikerahkan di garis depan untuk membantu pasukan komando yang dikendalikan Haftar. (Fath)
