Presiden Tunisia, (13 December 2011 – 31 December 2014) Moncef El-Marzouki/en.wkipedia.org
Hiramedia : Sejak pembubaran Parlemen dan pemerintahan 25 Juli 2021, kebuntuan politik dan situasi keamanan di Tunisia belum pulih. Sikap dan tindakan Presiden Saied yang membekukan Parlemen terpilih lewat pemilu legislatif 2019, dianggap sebagai tindakan tidak demokratis, inkonstitusional dan bentuk kudeta terhadap konstitusi Tunisia.
Perseteruan antara Presiden Saied dengan sejumlah pihak, termasuk dengan salah satu partai pemeneng pemilu legislatif 2020 lalu, En-Nahda (Hizb En-Nahda) semakin runcing. Sejumlah tokoh dan elit En-Nahda diduga “diculik” oleh pihak tertentu – dari pihak keamanan-Tunisia di bawah pemerintahan Presiden Kais Saied, di antaranya ; mantan Menteri Kehakiman Noureddin El-Beheiry.
Menyikapi hak tersebut, pegitan HAM dan mantan Presiden Tunisia, Moncef El-Marzouki dikutip aljazeera.net (9/1/2022) menyerukan agar Saied digulingkan. Menurut Moncef El-Marzouki, Presiden Saied tidak mampu menjalankan tugas-tugas negara, dan menyerukan dalam sebuah posting di akun Facebooknya untuk menghentikan apa yang dia sebut sebagai kudeta, paling lambat sebelum 25 Juli mendatang.
Selanjutnya, Marzouki juga menyerukan protes rakyat dan pembangkangan sipil sebagai cara perlawanan sipil secara damai, untuk memaksa apa yang dia gambarkan sebagai kudeta. Ia juga meminta Presiden Saied seperti digambarkan Marzouki sebagai “Pengudeta Konstitusi” mengundurkan diri sembari memaksa diberlakukan kembali legitimasi (konstitusi) dan sistem demokrasi., seperti yang dia katakan.
Al-Marzouki mengatakan bahwa “pengudeta” telah keluar dari legitimasi dan sedang dalam proses menghancurkan negara. Ia juga mengatakan bahwa apa dilakukan Saied merupakan pengabaian terhadap kedaulatan nasional, ketergantungan terhadap negara-negara yang memerangi revolusi Tunisia dan ingin mengerdilkan Tunisia.
Pada akhirnya, menurut Marzouki, Presiden Saied menempatkan Tunisia di tingkat politik yang terbelakang dari negara-negara itu.