Membaca Fenomena Politik Jokowi

Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, Saat Blusukan/Wikipedia.org

Penulis : Fathurrahman Yahya

“Iya Le, kamu rajin belajar ya, supaya besok ghede (besar) bisa jadi orang, dadi pegawe, sugih, bisa membuat rumah gedhong ada listriknya”, jawab bapak Suharso sambil mengusap rambut putranya-Joko Widodo yang dicukur kuncung saat ia menanyakan perihal rumahnya yang terbuat dari kayu tanpa listrik, sementara rumah-rumah gedhong di seberang kali tampak bagus“  (Jokowi Si Tukang Kayu, Gatot Koco Suroso.hal.18).

Tuhan Yang Mahakuasa telah berpihak kepada Joko Widodo (populer : Jokowi) dan keluarganya. Jokowi, anak desa, putra tukang kayu yang pernah tinggal di sebuah rumah kayu (gedek) tanpa listrik di Bantaran Kali Pepe di kota Solo, kini menempati istana yang penuh cahaya lampu untuk mengurus negara, bukan lagi mengurus kayu dan bambu.  

“Jokowi menyeruak sebagai salah satu pengecualian. Karena itu, Jokowi jadi terasa fenomenal,” kata Eep Saefulloh Fattah, CEO PolMark Indonesia mengomentari Jokowi dikutip dalam buku “Jokowi Si Tukang Kayu: 2014”. Mengapa Jokowi Fenomenal ?

Mengubah Paradigma

Joko Widodo, pria kelahian 21 Juni 1961 yang baru berulang tahun ke-59 (21 Juni 2020) lalu adalah berasal dari keluarga kurang mampu secara finansial dan bukan dari keluarga elit politik. Tetapi, sosoknya tiba-tiba menyeruak dalam kancah politik nasional, bahkan, sosok yang popular dengan model “blusukan” itu kerap menjadi perbincangan pengamat internasional.

Nama Jokowi menjadi perbincangan menarik dalam salah satu kegiatan seminar lembaga Think-Tank Norwegia (The Norwegian Centre for Human Rights) bulan Juni 2014 silam.

Nangkyung Choi, Profesor dari Department of Asian and International Studies di the City University of Hong Kong memaparkan bahwa telah terjadi erosi oligarki partai politik di Indonesia.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara paling sukses di Asia Tenggara dalam melakukan transformasi demokrasi. Sosok Jokowi sebagai tokoh lokal yang kemudian ikut bersaing dalam bursa pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, lalu pencalonan Presiden RI 2014, menjadi contoh eksprimen transformasi demokrasi di Indonesia yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, kemunculannya di atas pentas politik nasional dinilai telah melahirkan paradigma baru sebagai fenomena politik dengan beberapa catatan ;

Pertama, fenomena politik Jokowi telah meruntuhkan oligarki partai politik. Terpilihnya Jokowi, anak desa, putra tukang kayu yang hobi hard music (rock) itu membuat banyak orang terkesima. Ia hanya seorang kader biasa – bukan elit struktural partai, tetapi karisma dan efek politiknya melampaui elit partai. Menariknya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri yang semula digadang akan mencalonkan diri sebagai Presiden pada pemilu 2014, akhirnya merelakannya kepada Jokowi walaupun ia bukan dari trah Soekarno.

Dalam kalkulasi politis saat itu (2014), Jokowi belum memiliki basis dukungan politik yang mengakar kuat di bawah, karena ia bukan elit struktural partai politik. Tetapi, rasa simpati rakyat muncul karena semangat perubahan untuk membangun dipadu dengan karakter kepemimpinannya yang tampak sederhana, energik dan dinamis.

Kedua, fenomena politik Jokowi setidaknya telah mengubah pola kepemimpinan elitis menjadi populis, sehingga keterpilihannya sebagai Presiden RI 2014 lalu, setidaknya menginspirasi banyak orang untuk tampil dalam kancah politik, baik lokal maupun nasional.. Sederet tokoh muda seperti; Ridwan Kamil (Walikota Bandug, kemduian  Gubernur Jawa Barat), Bima Arya Sugiarto (Walikota Bogor) Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), dll. telah menjadi ikon paradigmatik kepemimpinan generasi muda Indonesia dalam pemerintahan saat ini. Mereka bukan kader tulen – elit partai politik, tetapi akhirnya dikooptasi ke dalam partai politik sebagai elit pemerintahan.

Ketiga, fenomena politik Jokowi telah menghapus streotipe dikotomis militer-sipil bahwa untuk menjadi seorang Presiden Indonesia tidak mesti berasal dari kalangan militer. Nah, era reformasi telah memberi ruang partisipatif yang setara kepada semua anak bangsa dan semua elemen masyarakat mulai dari anak petani, pengusaha, polisi ataupun tentara untuk ikut terlibat dalam proses perumusan kebijakan dan pembangunan bangsa. Dengan transformasi demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia saat ini meniscayakan setiap warga negara (kaya atau miskin) untuk mengambil kesempatan yang sama menduduki posisi penting, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk jabatan Presiden seperti yang dialami Jokowi.

Media Trending

Efek politik Jokowi yang fenomenal itu, tidak dapat dipungkiri banyak didukung oleh kekuatan media dengan segala bentuknya. Jokowi tampak sangat piawai memanfaatkan pola pemasaran tersembunyi (hidden marketing) dalam kerangka political branding lewat media itu.  mulai dari hal kecil hingga isu-isu besar. Apa saja yang dilakukan Jokowi selalu menjdi trending topik di media.

Saat menjadi Walikota Solo, ia memunculkan mobil esemka-hasil rancang bangun anak Sekolah Menengah Kejuruan sebagai prototype mobil nasional yang perlu dibanggakan. Banyak orang terkesima dengan ide-idenya dan Jokowi menjadi popular diperbincangkan di seantero negeri karena berani memunculkan teori Buttom-Up Innovation Policy. Popularitas itu pada akhirnya mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Kebiasaan “Blusukan”Jokowi hingga menjadi Presiden terus menjadi media trending. Dalam kunjungan ke daerah, tiba-tiba ia muncul di tempat keramaian (pasar atau Mal) sembari berbelanja layaknya rakyat biasa memakai sandal jepit. Atau pergi ke tukang cukur biasa (bukan salon mewah). Ia pergi blusukam pakai trail, sepatu kets celana jins, sneakers, atau membeli motor Chopper hasil modifikasi anak bangsa ratusan juta rupiah, walaupun hal itu akan jarang ia dipakai. Bahkan, ia berani membangunkan isu besar “pemindahan Ibukota” ke Kalimantan yang tertidur lelap sejak diusulkan Presiden Soekano.

Sungguhpun ia paham bahwa mega proyek itu sulit dilakukan dalam waktu singkat karena memerlukan biaya tinggi (high Cost), gagasan itu setidaknya telah membangunkan kesadaran publik di seantero negeri bahwa nama Jokowi berada di balik rencana itu. Di sini, sebenarnya Jokowi telah menorehkan satu poin politik yang luar biasa.

Hal-hal yang biasa ia lakukan sepanjang tahun tampak kecil, tetapi ternyata memiliki dampak yang sangat dahsyat dan murah dalam branding politik Jokowi.

Menjelang pemilu 2019 lalu, Jokowi tampak “tidak terlalu dominan” mengisi ruang-ruang periklanan secara langsung di media untuk mengenalkan dirinya, karena rakyat kebanyakan sudah mengenalnya.

***

Fenomena politik Jokowi memang tidak terbentuk melalui tahapan-tahapan struktural partai, tetapi karakter sosial masyarakat pedesaan yang biasanya  bekerja keras, sungguh-sungguh dan “tulus” telah membentuk dirinya untuk menjadi seorang pemimpin.

Maka, transformasi demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia saat ini meniscayakan setiap warga negara (kaya atau miskin) untuk mengambil kesempatan yang sama menduduki posisi penting, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk jabatan Presiden seperti yang dialami Jokowi.

Terlepas dari seberapa besar persentase dukungan rakyat kepada pemerintahan Jokowi, fenomena politik Jokowi bisa menjadi inspirasi sangat penting bagi generasi muda untuk berkiprah dalam dunia politik.

*) Peminat Kajian Politik Islam dan Hubungan Internasional, Alumni Pascasarjana Universite Ezzitouna Tunisia,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Pertahanan : Sudan-Mesir Tandatangani MoU Kerjasama

Fri Jun 25 , 2021
Share […]
Tentang Hiramedia: Membaca Fenomena Politik Jokowi

Sebagai Web/Blog :

  1. 1.Media Informasi : Menyampaikan gagasan, ide dan informasi seputar isu-isu mutakhir sosial politik, khususnya di dunia Islam yang dirangkum dari berbagai sumber, baik nasional maupun internasional.
  2. Media Publikasi : Menerbitkan riset dan penelitian para profesional dan pakar di bidangnya untuk dimanfaatkan masyarakat luas.
  3. Media Edukasi : Menghadirkan berbagai sumber informasi dan bacaan  yang edukatif dan inovatif kepada pembaca dengan prinsip menjunjung tinggi perbedaan dalam bingkai kebinnekaan dan  toleransi sesuai semangat keislaman serta keindonesiaan yang berdasarkan Pancasila.

HIRAMEDIA KONTAK : hiramedia45@gmail.com

Close Ads Here
Close Ads Here