Pemilu 2019 : Fenomena Pemilih Milenial

Pemilih Milenial di TPS-KBRI Beijing / Foto : Dok.PPLN Beijing

Oleh : Fathurrahman Yahya *)

Hiramedia, Beijing – Pemberitaan berbagai media dan pengamatan langsung di lapangan, partisipasi pemilih di luar negeri berada di kisaran 75 – 90 %. Di beberapa TPS misalnya di Den Haag, Beijing, Hongkong dan Sydney pemilih membludak di luar perkiraan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Mengapa pemilih di luar negeri sangat antusias untuk berpatisipasi dalam pesta demokrasi 2019 ?

Pemilu Serentak

Pemilu 2019, merupakan pemilu bersejarah karena dilakukan secara serentak-pemilihan calon anggota legislatif dan calon Presiden dan Wakil Presiden – sebagaimana amar putusan MK atas uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pengamatan penulis dalam pesta demokrasi 5 tahunan di luar negeri, partisipasi pemilih pada pemilu legislatif (1999, 2004, 2009 dan 2014) sangat rendah, bahkan sulit mencapai angka 60 % . Salah satu faktornya karena para pemilih yang nota benenya adalah WNI yang sudah lama berdomisili di luar negeri kerap a-politik -“acuh” – untuk berpartisipasi dalam pemilu dengan dalih tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan mereka sehari-hari di luar negeri. Selain itu, mereka beralasan tidak mengenal calon anggota legislatif  dari Daerah Pemilihan (DAPIL) 2 DKI Jakarta yang meliputi  wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.  

Nah, Pemilihan serentak (legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden) menjadi faktor penting dalam mendorong semangat nasionalisme dan antusiasme pemilih luar negeri untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu 2019.  Pertama ; Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tampak semakin mengkristalkan ikatan-ikatan emosional pemilih di luar negeri, baik ikatan primordial, selain kesamaan ideologi politik dengan calon Presiden dan Wakil Presiden.  Kedua ; Peralihan generasi pemilih yang tinggal di luar negeri dari generasi 1980-an ke generasi milenial juga memengaruhi partisipasi pemilih di luar negeri. Ketiga; Perubahan kultur demokrasi kita yang lebih transparan dan akuntabel sehingga secara psikologis menumbuhkan tingkat kepercayaan (trust) pemilih yang sangat tinggi terhadap proses penyelengaraan pemilu di luar negeri. 

Partisipasi Milenial

Pada pemilu serentak 2019, kalangan muda atau milenial terlihat menunjukan partisipasinya yang mengejutkan. Bangkitnya semangat kalangan milenial dalam menggunakan hak politik mereka pada pemilu 2019 menjadi fenomena tersendiri.  Hal itu dapat dibaca misalnya perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di beberapa TPS di luar negeri. Posisi Partai baru yang diinisiasi kalangan politisi muda itu di beberapa TPSLN misalnya di Washington DC, Sydney, Beijing, Shanghai, Ghoangzho, Jerman, sejajar dengan PDIP dan PKS, bahkan mengunggulinya.

Di TPS Beijing, Perolehan suara PSI menempati rangking pertama dengan 510 suara (28,51%) mengungguli PDI-P yang memperoleh 499 suara (27,89%) dan PKS  dengan 153 suara (8,55%). Politisi Tsmara Amany yang aktif dan kerap menyuarakan aspirasi anak muda (baca : milenial) dan perempuan menjadi ikon paradigmatik partai tersebut. Sementara itu, Hidayat Nurwahid sebagai pendiri PKS dan ketokohannya yang populer dikalangan pemilih muslim menjadi pendongkrak perolehan suara PKS di luar negeri. 

Para pemilih pemula yang belum memiliki backround pengetahuan memadai tentang para calon anggota legislatif tampak ambigu untuk menentukan pilihan hingga detik-detik terakhir pencoblosan. Dalam kondisi kebingungan seperti itu, figur populer dari partai tertentu atau partai  populer dari peserta pemilu, utamanya pengusung calob Presiden dan Wakil Presiden sangat diuntungkan.

Pemilih pemula (milenial) terutama dari kalangan mahasiswa yang sedang menempuh studi di luar negeri sangat bangga menggunakan hak politiknya tanpa ada beban gambaranpemilu masa lalu (baca : orde baru) yang menurut pemilih generasi 1980-an hasilnya sudah bisa dipastikan, bahkan sebelum pemilu berakhir. Artinya, kalangan milenial mulai memercayai transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilu, sehingga mereka menilai bahwa partisipasi mereka dalam proses demokrasi tidak akan sia-sia.

***

Satu sisi pemilu serentak, dalam persepektif ini memiliki efek politik (political effect) yang positif, sehinga memunuculkan animo masyarakat – WNI – di luar negeri untuk menggunakan hak politiknya. Tetapi disadari atau tidak, pemilu serentak mudah dibaca sangat menguntungkan partai pengusung calon Presiden dan Wakil Presiden, karena kecenderungan emosional pemilih tergiring kepada partai pengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden. Sementara partai-partai lainnya, seolah menjadi “anak tiri” pemilih.

Maka, peralihan generasi pemilih khususnya di luar negeri serta alasan-alasan di atas dapat menjadi catatan penting bagi partai politik untuk pemilu mendatang, bahwa calon anggota legislatif DAPIL 2 DKI Jakarta yang diusulkan partai, setidaknya adalah tokoh (public figure) yang memiliki tingkat elektabilas memadai karena ketokohannya.

*) Peminat Kajian Politik – Islam – dan Hubungan Internasional

Next Post

Pemerintah Arab Saudi Rancang Persiapan Haji 2019.

Mon Jul 15 , 2019
Share on Facebook […]