Ambang Batas Parlemen dan Partai Islam

Gedung Parlemen RI/Foto : Wikipedia.org

Fathurrahman Yahya/Pemerhati Politik Islam, bergiat di The Norwegian Institute of International Affairs-Oslo.

Diskursus terkait RUU Pemilu, utamanya mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold atau PT) menjelang pemilu 2014 belum mendapatkan titik temu antar partai-partai politik yang saat ini berada di Parlemen. Masing-masing partai bersikukuh dengan batasan angka yang diajukan dengan alasan politis dan taktis. Partai Demokrt 4 %, Golkar 5 %, PDI Perjuangan 5 %, PKS 3-4%, PAN 2,5 %, PPP 3 %, PKB 2,5%,  Gerindra 2,5 % dan Hanura 2,5%.

Dari angka-angka tersebut, tampak terlihat bahwa sejumlah partai Islam atau yang berbasis massa Islam berada di urutan belakang. Ambang batas parlemen/PT  5 % yang ditetapkan Golkar dan PDI-P setidaknya merisaukan partai-partai kecil atau partai Islam sebut misalnya Gerindra, Hanura, PKB  PPP, PAN dan PKS. Hal itu wajar karena perolehan suara masing-masing partai tersebut pada pemilu 2009 hanya berkisar antara 4 – 7% ;( Hanura, 3,77 %, Gerindra, 4,46 %, PKB 4,94 %, PPP 5,32 %, PAN 6,01 % dan PKS 7,88 %).

Sistem Parliamentary Threshold (PT) sejatinya bertujuan untuk mencegah jumlah partai politik yang berlebihan (multi partai) dan menghindari fragmentasi partai-partai politik dalam  koalisi yang tidak efektif. Hanya saja sistem tersebut punya implikasi politik yang tidak kecil, karena akan mengurangi distribusi kursi di parlemen akibat pengabaian terhadap aspirasi suara pemilih dari partai-partai kecil yang tidak memenuhi ambang batas/ PT yang ditetapkan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana nasib partai-partai kecil (partai Islam) jika syarat PT tetap dipaksakan 5% sebagaimana diajukan Golkar dan PDI-P?

Pengalaman Turki

Dalam sepektrum politik yang tidak jauh berbeda, persoalan seperti ini pernah dialami beberapa negara berkembang di antaranya Rusia, Rumania dan Turki. Syarat ambang batas yang terlampau tinggi yang pernah diberlakukan di tiga negara tersebut  telah memberangus keterwakilan suara partai-partai kecil di Parlemen.

Dengan syarat ambang batas 5 % yang diberlakukan di Rusia, pada Pemilu ( Parlemen) tahun 1995, lebih dari 45% suara pemilih hangus dan tidak terwakili di Parlemen. Hal serupa juga terjadi di Turki, di mana ambang batas 10% dari sistem electoral threshold, telah memberangus  setidaknya lebih dari 40 % suara pemilih dari 16 partai politik yang tidak mencapai syarat ambang batas  tersebut pada pemilu 2002.

Setelah dua pemilu diberlakukan, kini partai-partai kecil di Turki menuntut agar ambang batas 10 %  diturunkan menjadi 7 % sebagai upaya memenuhi keadilan politik bagi rakyat Turki yang majemuk. Dengan angka 10 % ( paling tinggi di Eropa) hanya 2-3 partai besar saja yang bisa lolos ke parlemen Turki. Pada pemilu 2011, tercatat 15 partai politik yang tidak terwakili di Parlemen.

Tuntutan tersebut mengemuka karena partai-partai kecil mencermati adanya hegemoni politik partai-partai besar terhadap partaip-partai kecil, termasuk partai minoritas Kurdistan, sehingga partai mayoritas diibaratkan seperti Gajah di pasar demokrasi. Namun demikian, ambang batas PT 10 % yang diberlakakukan di Turki, sangat mengungtungkan partai AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) yang berhaluan religius,  sehingga dalam tiga pemilu (2002,2007,2011) partai pimpinan Recep Tayyep Erdogan unggul secara berturut-turut. Bahkan, pada pemilu 2011, memperoleh suara 50,4 %, mengungguli Cumhuriyet Halk Partisi (CHP- 25,9%) dan Milliyetçi Hareket Partisi (MHP- 12,9 %). Lalu, bagaimana dengan partai-partai Islam di Indonesia?

Dilematis

Di tengah kerisauan politik seperti itu,  muncul gagasan merger atau fusi sejumlah partai Islam ke dalam satu partai politik seperti pada era 1950-an dan 1970-an. Tetapi, pertanyaannya lag-lagi bisakah gagasan politik “romantisme” itu dilakukan dalam disparitas kepentingan politik?

Belajar dari pengalaman, fusi partai-partai Islam pada dua era tersebut kemudian menimbulkan friksi-friksi politik yang justru tidak romantis. Hal itu karena fusi bukan lahir atas kesadaran kolektif tokoh-tokoh muslim pada waktu itu untuk menyatukan potensi umat Islam dalam satu kekuatan, tetapi karena dipaksa keadaan. Dengan demikian, disadari atau tidak, ambang batas yang terlampau tinggi menjadi tantangan serius bagi  partai-partai Islam pada pemilu 2014 dan sangat  dilematis.

Pertama, Jika syarat ambang batas Parlemen benar-benar ditetapkan di atas angka (2,5 – 4 %) sebagaimana diinginkan partai-partai besar, tidak tertutup kemungkinan beberapa partai (Islam) atau yang berbasis massa Islam yang saat ini berada di Parlemen akan tereliminasi oleh kekuatan partai besar misalnya Golkar, PDIP atau Demokrat. Tiga kekuatan ini, dengan segala perangkat organisasinya yang mapan dan jangkauan jejaring politiknya yang luas tidak mustahil akan mampu mengakomodir partai-partai kecil yang tidak memenuhi syarat PT 2.5% pada pemilu 2009, termasuk di dalamnya beberapa partai Islam atau berbasis massa Islam misalnya PBB, PKNU dan PBR.

Kedua, Penggabungan (fusi) partai-partai Islam ke dalam satu partai, tampaknya sulit diwujudkan, karena secara alamiah elit-elit partai Islam terpola dalam perbedaan politis, ideologis dan historis. Buktinya, pada masa reformasi, elemen-elemen partai Islam yang awalnya berada dalam lindungan partai Ka’bah (PPP) berefouria mendirikan partai baru meninggalkan induknya, bahkan di antara mereka terkooptasi ke dalam parta-partai nasionalis.

Ketiga, Polarisasi ideologis partai politik  (sekuler-nasionalis-religius) di era  reformasi, tidak terlalu kentara sebagaimana pada masa Orde Baru, sehingga di tengah pragmatisme politik dewasa ini, konstituen muslim cenderung bebas memilih partai politik yang disukainya tanpa peduli terhadap ideologi partai tertentu. Dengan kondisi seperti ini, ditambah lagi syarat ambang batas/PT yang tinggi, tentu semakin memperkecil peluang  sejumlah partai Islam untuk bisa lolos ke Parlemen pada pemilu 2014.

Maka, sungguh bijaksana apabila syarat PT dilakukan secara bertahap untuk memenuhi keadilan politik bagi parta-partai kecil, termasuk di dalamnya partai Islam agar suara konstituen muslim di negeri ini tidak tereliminasi akibat persyaratan PT yang terlalu tinggi. 

Next Post

Gelombang Revolusi dan Demokrasi di Timur Tengah

Sat Jun 22 , 2019
Share on Facebook […]